Yakin Anda Pasti Bisa
Kalau kita miskin maka hampir semua keluarga tidak respek terhadap kita. Ketika kita kesulitan tidak ada yang mau peduli. Jarang ada yang mengunjungi kita walaupun dalam kondisi tersulit dari hidup kita. Mereka tidak datang karena mungkin tidak ada manfaat bagi mereka.
Ketika kita datang berkunjung kerumahnya selalu dia katakan kepada kita kenapa tidak pernah datang. Mereka menyalahkan kita tidak mau berkunjung dikeluarga. Mereka-mereka berkumpul bersama dan hanya kita yang tidak hadir. Mereka membicarakan kita padahal mereka tidak tahu bahwa kondisi kita dalam keadaan terpuruk. Kita berjuang sendiri untuk merubah keterpurukan dan mereka semua tidak peduli.
Kita minta tolong, mereka mengatakan tidak ada. Dengan berbagai dalih bahwa kondisi memang serba sususah. Alih-alih beberapa harì kemudian dengar kabar bahwa mereka menyumbang sekian juta ke mesjid atau menyumbang pada temannya yang mau haji. Dan bahkan beberapa bulan kemudian dia umrah kesekian kalinya. Segitu pentingkah umrah jika dibanding keluarga yang hampir tidak bisa keluar rumah sakit hanya karena uang tidak ada?
Saya sudah mengerti bahwa kebanyakan orang menganggap kalau kita punya materi. Kalau tidak punya materi terutama uang maka jangan harap kita akan dipandang. Sejak saat itulah saya berjuang berdarah-darah istilahnya para pejuang rezeki. Saya tidak lagi mau minta bantuan keorang lain termasuk keluarga dekat.
Hanya bapak dan ibulah yang mengerti saya. Walau susah tetap meringankan beban berat yang menimpah saya. Terkadang saya meminjam tetapi ujung-ujungnya saya dikasih alias tidak usa dibayar. Kasih ibu/bapak sepanjang masa dan tidak pernah mengharap kepada anak-anaknya. Yang dia butuhkan adalah bagaimana cara membahagiakan anak-anaknya. Bagaimana bisa melihat anaknya bahagia dan tersenyum. Mengharapkan anaknya supaya bisa sukses dunia dan akherat.
Saya teringat ketika istri melahirkan dan saya tidak memiliki uang satu sen pun. Jangankan uang beras, minyak tanah untuk masak pun sudah tidak ada. Apa boleh dikata nyawa lebih penting dari segalanya, dalam keadaan nol saya berangkat rumah sakit. Sampai dirumah sakit saya tanda tangan untuk biayanya. Untungnya waktu itu biaya diakumulasi dahulu baru dibayar. Untuk sampai hari ketiga aman, tetapi pas mau keluar saya tanya biayanya. Ketika biaya diberitahu saya pun kaget karrna dimana mau ambil uang sebanyak itu.
Saya keliling cari pinjaman pada keluarga, tetapi satupun yang mau membantu. Saya teringat ada satu sepupuk yang memberi tanpa pinjam sebesar Rp.300k. Uang itu hanya saya gunakan untuk biaya makan. Karena pikiran sudah buntuk, maka kembali saya dibantu oleh bapak dan ibu. Air matapun bercucuran karena ternyata hanya orang tualah yang bisa membantu dengan ikhlas. Walaupun saya tahu uang itu juga dipinjam untuk memberi saya.
Ada juga anak saya meninggal saat lahir, hal ini juga ada kaitan dengan masalah keuangan. Mungkin istri stres karena serba kekurangan. Saya juga tidak bisa berbuat bsnyak. Itupun juga saya keliling mencari pinjaman. Seperti halnya juga di atas tidak ada yang mo memberi pinjaman. Dan sekali lagi orang tualah pahlawanku.
Comments
Post a Comment